"

Minggu, 29 Mei 2016

Perjanjian Linggarjati
Perundingan Linggarjati - Masuknya AFNEI yang memboncengi NICA ke Indonesia sebab Jepang menetapkan status quo di Indonesia menyebabkan erjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, semacam contohnya Momen 10 November, tidak hanya itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik serta militer di Asia, oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, diplomat Inggris, mengajak Indonesia serta Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, tetapi perundingan tersebut gagal sebab Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera serta Madura, tetapi Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa serta Madura saja.

Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) serta meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.
Linggarjati merupakan kota kecil yang berda dikurang lebih 21 km sebelah barat Cirebon. Perundingan Linggarjati dilaksanakan pada tanggal 10-15 November 1946. dalam perundingan Linggarjati delegasi Indonesia dipimpin perdana Menteri Sutan Syahrir, sedangkan delegasi Belanda diwakili oleh Prof. S. Schemerhorn serta Dr. H,J. Van. Mook. Penengah serta pemimpin perundingan dari pihak Inggris, yaitu Lord Killeam. Hasil perundingan diumumkan pada tanggal 15 November 1946 serta sudah tersusun sebagai naskah persetujuan yang terdiri atas 17 pasal, antara lain berisi sebagai berikut:
·                     Belanda mengakui dengan cara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa serta Madura. Belanda wajib meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949.
·                     Republik Indonesia serta Belanda bakal bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu tahapnya merupakan Republik Indonesia
·                     Republik Indonesia Serikat serta Belanda bakal membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Hasil perundingan Linggarjati menimulkan beberapa pendapat pro serta kontra di kalngan partai politik di Indonesia. Perundingan Linggarjati memenyesalkan pihak Reopublik Indonesia krena wilayahnya terus sempit, yaitu hanya meliputi Jawa, Madura serta Sumatera. Faktor ini menyebababkan terjadinya pergolakan di Bali Novmber 1946 dibawah ceo Letnan Kolonel Gusti Ngurah Rai, dengan perang puputan/ perang habis-habisan (puputan Margarana ) serta pertempuran Manado dipimpin Letkol Taulu yang dibantu oleh Residen Lapian melawan tentara KNIL (Belanda).[gs]
Perjanjian Renville
Perjanjian Renville - Atas usulan KTN pada tanggal 8 Desember 1947 dilaksanakan perundingan antara Indonesia serta Belanada di atas kapal renville yang sedang berlabuh di Jakarta. Delegasi Indonesia terdiri atas perdana menteri Amir Syarifudin, Ali Sastroamijoyo, Dr. Tjoa Sik Len, Moh. Roem, Haji Agus Salim, Narsun serta Ir. Juanda. Delegasi Belanda terdiri dari Abdulkadir Widjojoatmojo, Jhr. Van Vredeburgh, Dr. Soumukil, Pangran Kartansupayaa serta Zulkarnain. Nyatanya wakil-wakil Belanda hampir semua berasala dari bangsa Indonesia sendiri yang pro Belanda. Dengan demikian Belanda masih meperbuat politik adu domba supaya Indonesia mudah dikuasainya. Seusai berakhir perdebatan dari tanggal 8 Desember 1947 hingga dengan 17 Januari 1948 maka diperoleh hasil persetujuan damai yang disebut Perjanjian Renville. Pokok-poko isi perjanjian Renville, antara lain sebagai berikut :
·                     Belanda masih berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia samapi kedaulatan Indonesia diserahkan terhadap Republik Indonesia Serikat yang segera terbentuk.
·                     Republik Indonesia Serikat memiliki kedudukan yang sejajar dengan negara Belanda dalam uni Indonesia-Belanda.
·                     Republik Indonesia bakal menjadi negara tahap dari RIS
·                     Sebelum RIS terbentuk, Belanda bisa menyerahkan sebagain kekuasaannya terhadap pemerintahan federal sementara.
·                     Pasukan republik Indonesia yang berda di derah kantong haruns ditarik ke daerah Republik Indonesia. Daerah kantong merupakan daerah yang berada di belakang Garis Van Mook, yakni garis yang menghubungkan dua derah terdepan yang diduduki Belanda.
Perjanjian Renville ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 17 Januari 1948. adapun kemenyesalan yang diderita Indonesia dengan penandatanganan perjanjian Renville merupakan sebagai berikut :
·                     Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya negara Indonesia Serikat melalaui masa peralihan.
·                     Indonesia kehilangan sebagaian daerah kekuasaannya sebab grais Van Mook terpaksa wajib diakui sebagai daerah kekuasaan Belanda.
·                     Pihak republik Indonesia wajib luar biasa seluruh pasukanya yang berda di derah kekuasaan Belanda serta kantong-kantong gerilya masuk ke daerah republic Indonesia.
·                     Penandatanganan naskah perjanjian Renville memunculkan dampak kurang baik bagi pemerinthan republik Indonesia, antra lain sebagai berikut: 
·                     Wilayah Republik Indonesia menjadi makin sempit serta dikurung oleh daerah-daerah kekuasaan belanda.
·                     Timbulnya reaksi kekerasan dikalangan para pemimpin republic Indonesia yang mengdampakkan jatuhnya cabinet Amir Syarifuddin sebab dianggap menjual negara terhadap Belanda.
·                     Perekonomian Indonesia diblokade dengan cara ketata oleh Belanda
·                     Indonesia terpaksa wajib luar biasa mundur kesatuan-kesatuan militernya dari daerah-daerah gerilya untuk kemudian hijrah ke wilayah Republik Indonesia yang berdekatan.
·                     Dalam usaha memecah belah Negara kesatuan republic Indonesia, Belanda membentuk negara-negara boneka, semacam; negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, serta Negara jawa Timur. Negara boneka tersebut tergabung dalam BFO (Bijeenkomstvoor Federal Overslag)..[gs]




















Perjanjian Roem Royen
Perjanjian Roem Royen - Resolusi tersebut ditolak Belanda, kemudian, UNCI (United Nations Commissiom for Indonesia) alias Komisi PBB untuk urusan Indonesia memberikan ultimatum; Apabila hingga 15 Februari 1949 tak tercapai persetujuan untuk membentuk pemerintahan federal sementara, mereka bakal mengabarkan faktor itu pada DK-PBB. Dr. Beel, Wakil Mahkota Kerajaan Belanda di Indonesia, mengajukan usul baru: memperlekas penyerahan kedaulatan terhadap Pemerintah Federal Indonesia, mengadakan konferensi meja bundar dan menuturkan Uni Indonesia-Belanda. Beel mengundang berunding dengan pihak Indonesia, yakni Soekarno-Hatta yang tetap berada dalam tawanan Belanda.
Tanpa meminta persetujuan alias konsultasi terlebih dahulu dari pihak PDRI sebagai pemerintahan yang sah, Soekarno-Hatta menunjuk Mr. Mohammad Roem mewakili pihak Indonesia untuk berunding dengan Belanda. Delegasi Belanda dipimpin Van Royen. Perundingan Roem-Royen ini berjalan April-Mei 1949. Sjafruddin dan kawan-kawan merasa sedih atas sikap Soekarno-Hatta tersebut. PDRI merasa yakin bahwa kedudukannya jauh lebih kuat dibandingkan dengan pemimpin Indonesia yang sedang ditawan. "Kedudukan PDRI jauh lebih kuat daripada Soekarno dan Hatta, dengan sendirinya Belanda lebih suka berunding dengan pihak yang lebih lemah posisinya", demikian dalam buku Sjafruddin Prawiranegara. Tentang faktor itu, Sutan Mohammad Rasjid, dalam bukunya kurang lebih PDRI, menulis: "Orang-orang yang berada dalam tawanan tak leluasa mengeluarkan pendapat. Ditambah dengan perasaan agak lega bakal dibebaskan, pasti konsesi-konsesi yang mungkin kecil bisa diberikan". Ternyata, pendapat PDRI senada dengan pernyataan Panglima Besar Sudirman. Sudirman sedih dan tak puas terhadap perundingan Roem-Royen. Ketidakpuasan itu dinyatakan pada ketua PDRI melewati kawatnya, tanggal 25 April 1949. Kekecewaan pihak militer dan PDRI bisa dimengerti. Belanda hanya menguasai kota-kota besar di Jawa dan Sumatera. Sedangkan daerah-daerah yang lebih luas pada kekuasaan RI, bahkan Aceh seluruhnya leluasa dari jangkauan Belanda. Persetujuan Roem-Royen hanya sukses membebaskan Yogyakarta, sedangkan PDRI mengharapkan supaya pemerintah Belanda kembali pada Perjanjian Lingkarjati. (Beberapa lama kemudian, Hatta membahas bahwa ia dan Soekarno bersedia menerima tawaran Belanda untuk berunding sebab pihak luar negeri tergolong DK-PBB, tetap memandang kabinet Hatta sebagai pemerintahan RI yang sah. Untuk luar biasa kegunaaan itu, Hatta bertindak sebagai Perdana Menteri yang mengepalai pemerintahan, dan PDRI dianggap sebagai tahap daripadanya yang mengurus soal sehari-hari kedalam. Sebab itu, para pemimpin di Bangka yang ditahan menetapkan untuk menolong PDRI berhubungan dengan Luar Negeri).


Karena PDRI tak lebih setuju atas perundingan Roem-Royen, Soekarno dan Hatta, sebagai Presiden dan Wakil Presiden dan bertanggung jawab atas terselenggaranya perundingan tersebut, berusaha memberikan keterangan langsung pada pihak PDRI. Untuk itu Hatta sendiri berangkat ke Sumatera. Ia mengira Ceo PDRI berada di Aceh, padahal tidak. Usaha Hatta tersebut mengalami kegagalan. Hatta hanya berjumpa dengan Panglina TNI untuk seluruh Sumatera Kolonel Hidayat, pertemuan berjalan pada awal Juni 1949. Dengan kedatangan Hatta di Aceh itu, pada tanggal 14 Juni 1949, PDRI mengeluarkan pernyataan dan syarat-syarat untuk bisa menerima persetujuan Roem-Royen:
·                     Angkatan Bersenjata RI wajib tetap berada dalam posisi-posisi yang sedang mereka duduki
·                     Tentara Belanda dengan cara bertahap kembali dari kedudukannya
·                     Pemulihan pemerintahan Republik ke Yogyakarta wajib terjadi tanpa syarat
·                     Kedaulatan Republik atas Jawa, Sumatera dan Madura wajib diakui oleh Belanda sesuai persetujuan Lingkarjati
·                     Pembentukan Pemerintahan di Indonesia yang demokratis dan merdeka tak dengan perantaraan Belanda.
(Prof. Kahin menyebutkan empat butir syarat, sedangkan buku Sjafruddin menuliskan lima butir).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgr-ulPrsBTAIPnqyCPlwtiDKtPcn2QYPKuoPhyeDtwk8mJtGX__gxkh95UqEnrCunt0Ouf7GsgOvfwtmocAulqOCCdfQLJiM1_w0JA7zVaxSKpX5SG8Izb35ch0nYHfA67PfRg_axhmPA6/s1600/soekarno.JPG
Karena kegagalan tersebut, Presiden Soekarno dan Wakilnya Mohammad Hatta bermaksud mengirim delegasi untuk menemui ceo PDRI. Maksud tersebut dikomunikasikan lewat radio. Untuk menghadapi para utusan tersebut, PDRI mengadakan rapat lengkap di Sungai Naning, pada 1 Juli 1949. Keputusan rapat itu adalah: Pertama, utusan Soekarno/Hatta yang bakal datang diterima. Kedua, amanah tak bakal diserahkan begitu saja sebelum bertemu/berunding dengan Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Utusan tersebut, yang terdiri atas Mohammad Natsir, Dr. J. Leimena, Dr. Halim dan Agus Yaman - Datang di Bukittinggi pada 3 Juli, mereka mengadakan pertemuan dengan PDRI pada Juli 1949, di desa Kota Kaciek, Kecamatan Guguk Panjang, Kabupaten Limapuluh Koto. Pada peluang itu, Natsir menyebutkan bahwa ia sendiri sependapat dengan sikap PDRI tentang perjanjian Roem-Royen. Tetapi sebab keadaan dan perkembangan perjuangan para utusan itu mengharapkan supaya PDRI mau menerima persetujuan Roem-Royen. Secara Prinsipal PDRI tak bisa menerima persetujuan Roem-Royen, tetapi demi kepentingan perjuangan untuk menegakan kemerdekaan dan kedaulatan RI dan demi persatuan nasional, ceo PDRI bersedia mengembalikan amanah terhadap Presiden Soekarno. Setelah pertemuan itu, Sjafruddin bersama berbagai ceo PDRI lainnya kembali ke Jawa. Mereka tiba di Yogyakarta tanggal 10 Juli 1949, jam 10.45 (dalam Memoir, Hatta menulis 13 Juli). Mohammad Hatta, Sultan Hamengku Buwono IX, Mr. Mohammad Roem, Mr. Tajuddin Noor, Ki Hajar Dewantara dan Pembesar RI lainnya menyambut kedatangan tokoh PDRI itu. Pada tanggal 13 Juli 1949, diselenggarakan sidang kabinet. Yang memimpin sidang tersebut merupakan Mohammad Hatta, selaku Wakil Presiden/Perdana Menteri, dan dihadiri para pemimpin RI di Yogyakarta. Sidang yang dimulai pukul 20.00 dan diakhiri pukul 00.50 keesokan harinya itu berupa penyerahan kembali amanah terhadap Presiden Soekarno. Ketika menerima kembali amanah itu, Presiden mengucapkan terimakasih atas segala usaha PDRI guna kepentingan perjuangan bangsa. Dengan diserahkannya kembali amanah itu oleh Sjafruddin, berarti dengan cara Formal PDRI berumur 6 Bulan 21 Hari itu sudah berakhir. Meski hanya sebentar, keberadaan PDRI memiliki pengertian dan makna yang besar dan penting bagi kelanjutan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.[gs]


Pahlawan Nasional yang Menginspirasi

10 Pahlawan Nasional Paling Menginspirasi 1.SOEKARNO Soekarno mengusulkan dasar Negara RI, yakni Pancasila. Hal itu disampaikannya da...